Terdengar suara keributan dari rumah sebelah, suara sang ayah yang selalu memarahi anaknya yang baru berusia 6 tahun. Sang ayah selalu memaksa sang anak untuk tidak boleh keluar untuk bermain dan untuk hal apapun. Sang ayah merupakan pekerja kuli panggul di pasar desa ini, ia selalu berangkat jam 3 pagi hingga siang hari, hari dimana para mobil pengantar barang sudah tidak datang berdatangan. Sang Ibu berada di Arab Saudi bekerja sebagai TKW, sang Ibu selalu memberikan uang tiap bulannya. Para tetangga di dekat rumahnya tidak ada yang berani untuk membantu sang anak untuk bermain ataupun sekedar melihat indahnya dunia. Sang anak terkurung dalam kamar sempit yang kumuh dengan jendela kecil sebagai ventilasi udara. Sang ayah mulai mengurung sang anak ketika sang anak pernah bermain
keluar rumah, lalu dia terjatuh dan membekas lah luka dahinya, dan
semenjak itu sang anak menggunakan kain untuk melilit luka beserta
matanya, untuk menutupi lukanya.
Ada suatu ketika salah seorang tetangga datang menghampiri sang ayah, untuk menanyakan kondisi sang anak. Namun sang ayah bagaikan acuh tak acuh meninggalkan tetangga tersebut sembari mengucapkan " Ini bukan urusanmu ".
Waktu pun terus berjalan, uang bulanan yang diberikan sang Ibu ternyata telah di tabung oleh sang Ayah, kehidupan sang Ayah pun mulai membaik namun ia mulai menua. Sang Ibu yang semakin menua pun pada ahirnya di pulang kan dari Arab Saudi karena masalah umur yang sudah tidak bisa bekerja dengan optimal. Kini sang anak telah berumur 13 tahun, sampai saat ini sang anak tetap tidak pernah keluar dari rumah bahkan kain yang melilit dahinya tetap melilit di kepala sang anak, di karenakan keras nya peraturan yang di buat sang Ayah. Sang Ibu yang pulang dari pekerjaannya pun memahami sikap sang Ayah dan tidak berani membantu sang anak, yang hampir setiap harinya selalu menangis dan meminta keluar untuk melihat indahnya dunia. Para tetangga pun sudah tidak berani untuk menanyakan keadaan sang anak karena tidak berani menyapa sang Ayah yang terlihat emosi setiap kali para tetangga meminta sang Ayah untuk membiarkan sang Anak bermain keluar rumah.
Hari itu adalah Selasa, hari dimana hujan datang membasahi rumah keluarga ini.
"Ayah apakah itu hujan? Bagaimana rasa air hujan? Bagaimana rasanya ketika kita kehujanan? Dapatkah aku merasakannya?"
Ocehan dari sang anak yang memulai dan meminta untuk keluar rumah, sang ayah pun tidak menjawab, dan hanya memberikan sang anak suapan ke dalam mulut sang anak.
Seiring umur sang anak yang semakin bertamabah, sang anak memasuki fase pubertas dimana emosi yang mulai meningkat, rasa ingin tahu sang anak pun semakin tinggi. Setelah sang ayah menyuapi sang anak, sang anak berpesan kepada ayah "Ayah, ayah mengatakan padaku kalau dunia luar itu indah sekali bukan? Aku akan tidur untuk membayangkannya, jadi aku harap ayah tidak mengganggu ku tidur kali ini "
Sang ayah tersenyum dan keluar dari kamarnya, dan menemui sang Ibu dengan menjelaskan apa yang ia baru saja dengar.
"AWW!!!", terdengar suara jeritan sang anak yang berasal dari luar rumah
Mendengar teriakan itu sang Ayah pun panik dan mencari keberadaan anaknya, beruntung masih dekat dengan rumah dan tidak terjadi luka apa apa.
"Apa yang kamu lakukan nak? Ayah sudah sering mengatakan padamu! Janga...."
"Jangan apa ayah? Aku ingin melihat indahnya dunia, 13 tahun aku hanya berada di kamar dan aku tak pernah sekalipun melihat indahnya dunia luar ini! Biarkan aku bebas! Aku ingin bermain Ayah!"
Sang Ayah marah, dan geram kepada sang Anak, tetapi sang anak membantah dan balik memarahi sang anak.
Kemudian sang anak pun mencoba membuka lilitan di dahinya, agar matanya pun ikut terbuka melihat indahnya dunia. Sesaat sebelum terbuka, sang Ayah memeluk sang anak, dan berkata
"Anakku, bila kamu ingin melihat indahnya dunia ini. Berjanji lah pada ayah nak "
"Janji apa ayah?"
"Bahagiakan ibu mu nanti ketika kamu dapat melihat dunia ini, jadilah anak yang sukses dan berjanjilah kamu dapat melihat seluruh indahnya dunia setelah 5 hari dari sekarang"
"Apakah itu benar, ayah akan memperbolehkan ku selamanya? "
"Selama kau menepatinya, ayah memperbolehkannya untuk selamanya " Dengan tersenyum dan mengikat kembali kain pada luka di dahinya.
Hari demi hari, sang anak mengisinya dengan rasa senang, ia tidak sabar untuk dapat bermain keluar. Hingga datanglah hari itu, hari dimana ketika sang anak bangun, ia merasakan kasur yang nyaman dan kondisi ruangan yang dingin, jauh dari keadaan kamarnya dirumah. Saat ia ingin terbangun, ia seketika terasa tersengat dan kembali tertidur pulas.
Sang ibu datang menghampiri sang anak lalu berkata "Nak, ini hari dimana kamu dapat bebas bermain nak! Ayo kita keluar! " Dengan tetes air mata jatuh dari mata sang ibu. Sang ibu pun perlahan membuka ikatan yang membalut dahi dan mata si anak.
Saat si anak terbangun, dia terkejut dengan ruangan yang baru saja dia lihat, lampu yang terang, ada banyak orang berpakaian putih disana. Ia menggegam tangan sang Ibu yang bahkan ia tak pernah lihat sebelumnya, dan langsung memeluk dengan senangnya.
Seketika kegembiraan itu sirnah ketika sang anak melihat, seorang kakek tua terbaring di sebelah kasurnya, sang anak bertanya pada sang ibu. "Ibu dia siapa?" Sang ibu pun menjawab "Dia ayah mu nak" dengan penuh tangis menjawab pertanyaan sang anak. Sang anak pun bingung kenapa sang ayah hanya tertidur di hari dimana ia bisa melihat indahnya dunia.
Kemudian sang ibu memeluk sang anak, dan menceritakan bahwa sang ayah telah wafat.
Sang ayah wafat setelah menjual kedua ginjalnya kepada salah satu pasien rumah sakit yang memiliki penyakit ginjal akut, dan uang hasil penjualannya di gunakan untuk mendonorkan kedua matanya untuk sang anak yang telah lama buta, akibat saat kecil dia bermain dan terluka. Bukan lah dahinya yang terluka, namun kedua matanya. Secarik kertas diberikan sang ibu kepada sang anak, dan terdapat tulisan
" Maafkan ayah atas kelalaian ayah di waktu kamu kecil nak, membiarkan mu bermain sehingga mata mu terluka, dan inilah masa dimana ayah akan bertanggung jawab atas kesalahan ayah. Nak sekali lagi, ingat dan tepati lah janjimu pada ku
Ayah "
Sang anak menangis sambil memeluk jasad ayahnya, dan seluruh kebencian yang dipendam sang anak berubah menjadi rasa bangga memiliki ayah sepertinya.
Selesai
Karya : Abdul Muhamad Endri. | 1ID10 | 30414037
Ada suatu ketika salah seorang tetangga datang menghampiri sang ayah, untuk menanyakan kondisi sang anak. Namun sang ayah bagaikan acuh tak acuh meninggalkan tetangga tersebut sembari mengucapkan " Ini bukan urusanmu ".
Waktu pun terus berjalan, uang bulanan yang diberikan sang Ibu ternyata telah di tabung oleh sang Ayah, kehidupan sang Ayah pun mulai membaik namun ia mulai menua. Sang Ibu yang semakin menua pun pada ahirnya di pulang kan dari Arab Saudi karena masalah umur yang sudah tidak bisa bekerja dengan optimal. Kini sang anak telah berumur 13 tahun, sampai saat ini sang anak tetap tidak pernah keluar dari rumah bahkan kain yang melilit dahinya tetap melilit di kepala sang anak, di karenakan keras nya peraturan yang di buat sang Ayah. Sang Ibu yang pulang dari pekerjaannya pun memahami sikap sang Ayah dan tidak berani membantu sang anak, yang hampir setiap harinya selalu menangis dan meminta keluar untuk melihat indahnya dunia. Para tetangga pun sudah tidak berani untuk menanyakan keadaan sang anak karena tidak berani menyapa sang Ayah yang terlihat emosi setiap kali para tetangga meminta sang Ayah untuk membiarkan sang Anak bermain keluar rumah.
Hari itu adalah Selasa, hari dimana hujan datang membasahi rumah keluarga ini.
"Ayah apakah itu hujan? Bagaimana rasa air hujan? Bagaimana rasanya ketika kita kehujanan? Dapatkah aku merasakannya?"
Ocehan dari sang anak yang memulai dan meminta untuk keluar rumah, sang ayah pun tidak menjawab, dan hanya memberikan sang anak suapan ke dalam mulut sang anak.
Seiring umur sang anak yang semakin bertamabah, sang anak memasuki fase pubertas dimana emosi yang mulai meningkat, rasa ingin tahu sang anak pun semakin tinggi. Setelah sang ayah menyuapi sang anak, sang anak berpesan kepada ayah "Ayah, ayah mengatakan padaku kalau dunia luar itu indah sekali bukan? Aku akan tidur untuk membayangkannya, jadi aku harap ayah tidak mengganggu ku tidur kali ini "
Sang ayah tersenyum dan keluar dari kamarnya, dan menemui sang Ibu dengan menjelaskan apa yang ia baru saja dengar.
"AWW!!!", terdengar suara jeritan sang anak yang berasal dari luar rumah
Mendengar teriakan itu sang Ayah pun panik dan mencari keberadaan anaknya, beruntung masih dekat dengan rumah dan tidak terjadi luka apa apa.
"Apa yang kamu lakukan nak? Ayah sudah sering mengatakan padamu! Janga...."
"Jangan apa ayah? Aku ingin melihat indahnya dunia, 13 tahun aku hanya berada di kamar dan aku tak pernah sekalipun melihat indahnya dunia luar ini! Biarkan aku bebas! Aku ingin bermain Ayah!"
Sang Ayah marah, dan geram kepada sang Anak, tetapi sang anak membantah dan balik memarahi sang anak.
Kemudian sang anak pun mencoba membuka lilitan di dahinya, agar matanya pun ikut terbuka melihat indahnya dunia. Sesaat sebelum terbuka, sang Ayah memeluk sang anak, dan berkata
"Anakku, bila kamu ingin melihat indahnya dunia ini. Berjanji lah pada ayah nak "
"Janji apa ayah?"
"Bahagiakan ibu mu nanti ketika kamu dapat melihat dunia ini, jadilah anak yang sukses dan berjanjilah kamu dapat melihat seluruh indahnya dunia setelah 5 hari dari sekarang"
"Apakah itu benar, ayah akan memperbolehkan ku selamanya? "
"Selama kau menepatinya, ayah memperbolehkannya untuk selamanya " Dengan tersenyum dan mengikat kembali kain pada luka di dahinya.
Hari demi hari, sang anak mengisinya dengan rasa senang, ia tidak sabar untuk dapat bermain keluar. Hingga datanglah hari itu, hari dimana ketika sang anak bangun, ia merasakan kasur yang nyaman dan kondisi ruangan yang dingin, jauh dari keadaan kamarnya dirumah. Saat ia ingin terbangun, ia seketika terasa tersengat dan kembali tertidur pulas.
Sang ibu datang menghampiri sang anak lalu berkata "Nak, ini hari dimana kamu dapat bebas bermain nak! Ayo kita keluar! " Dengan tetes air mata jatuh dari mata sang ibu. Sang ibu pun perlahan membuka ikatan yang membalut dahi dan mata si anak.
Saat si anak terbangun, dia terkejut dengan ruangan yang baru saja dia lihat, lampu yang terang, ada banyak orang berpakaian putih disana. Ia menggegam tangan sang Ibu yang bahkan ia tak pernah lihat sebelumnya, dan langsung memeluk dengan senangnya.
Seketika kegembiraan itu sirnah ketika sang anak melihat, seorang kakek tua terbaring di sebelah kasurnya, sang anak bertanya pada sang ibu. "Ibu dia siapa?" Sang ibu pun menjawab "Dia ayah mu nak" dengan penuh tangis menjawab pertanyaan sang anak. Sang anak pun bingung kenapa sang ayah hanya tertidur di hari dimana ia bisa melihat indahnya dunia.
Kemudian sang ibu memeluk sang anak, dan menceritakan bahwa sang ayah telah wafat.
Sang ayah wafat setelah menjual kedua ginjalnya kepada salah satu pasien rumah sakit yang memiliki penyakit ginjal akut, dan uang hasil penjualannya di gunakan untuk mendonorkan kedua matanya untuk sang anak yang telah lama buta, akibat saat kecil dia bermain dan terluka. Bukan lah dahinya yang terluka, namun kedua matanya. Secarik kertas diberikan sang ibu kepada sang anak, dan terdapat tulisan
" Maafkan ayah atas kelalaian ayah di waktu kamu kecil nak, membiarkan mu bermain sehingga mata mu terluka, dan inilah masa dimana ayah akan bertanggung jawab atas kesalahan ayah. Nak sekali lagi, ingat dan tepati lah janjimu pada ku
Ayah "
Sang anak menangis sambil memeluk jasad ayahnya, dan seluruh kebencian yang dipendam sang anak berubah menjadi rasa bangga memiliki ayah sepertinya.
Selesai
Karya : Abdul Muhamad Endri. | 1ID10 | 30414037